Kamis, 13 September 2012

Mie XP , Xtra pedas !!!

saat gue liburan ke kampung halaman gue, karawang. cees gue ngajak gue ke mie xp, pertamanya gue bingung apa itu mie xp????? tapi setelah menengrar namanya "mie xtra pedasssss" gue langsung ngebayangin gimana pedesnya tuh mie. pertama kesana sih sama azis dan debby, kesini-sininya gagah. dhesy. risda, hasna ngajakin gue. mau tau gimana mie xp itu? datang ke karawang !!!!!
oke kalau emang penasaran banget tingkat geledek, gue jelasin nih buat lo lo pada ! cekidott...

Crayon Melting Art

oke guys, jaman sekarang seni rupa itu bukan cuman ngelukis biasa, ngegambar biasa, salah satu seni rupa modern akhir-akhir ini yaitu crayon melting. crayon melting ini gampang deh, asal kita punya alat-alatnya aja, contohnya hair dryer, hot glue gun, canvas atau papan, dan tentu saja crayon sebagai alat dasar.
contohnya yang dibawah ini nih, pengen tau cara buatnya? yukk mari....

Perahu Kertas (Novel)

pada tau kan film perahu kertas yang lagi naik daun itu? nah film itu diangkat dari sebuah nmovel yang berjudul perahu kertas juga, jadi jangan cuman nonton filmnya aja, kita cek yuk novelnya ;D

Sabtu, 01 September 2012

BADUY

        Baduy sendiri adalah nama sebuah suku yang terletak di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten. Letak kota Baduy sendiri berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung.Suhu di Baduy sendiri cukup dingin sekitar 20 °C. Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten.
         Pu'un adalah nama atau panggilan penduduk Baduy kepada kepala adat. Cara pemilihan kepala adatnya sendiri adalah dengan cara demokratis dimana para warga melihat bibit bebet bobotnya dari calon kepala adat, selain itu biasanya yang menjadi calon kepala adat masih memilik ikatan persaudaraan dengan kepala adat terdahulu.
          Dalam adat istiadat suku Baduy sendiri, telah di biasakan dengan prinsip "tidak mengenal kaya, tidak mengenal miskin, semua sama disini dan sederajat", sehingga dalam kampung baduy sendiri bentuk rumah,pakaian dan pekerjaan mereka sama.
          Adat perkawinan di Baduy tidak ada yang namanya "pacaran", di Baduy calon mempelai telah dijodohkan oleh orangtua masing-masing. Apabila kedua belah pihak menyetujui maka dilaksanakanlah 3 tahapan yang haruds dilakukan oleh calon mempelai pria. Yang pertama mempelai pria beserta keluarga harus melapor ke Jaro (Kepala kampung) dengan membawa daun siri,pinang dan gambir secukupnya, lalu membawa cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawin, ketiga membawa alat rumah tangga dan baju untuk calon mempelai wanita. Keistimewaan adat baduy ialah tidak ada cerai atau poligami, dengan kata lain sang mempelai wanita hanya akan 1 orang untuk seumur hidup.
          Hukum adat di Baduy ada 2 jenis, pertama hukuman ringan kedua hukuman berat. Hukuman ringannya sendiri seperti saling mencemooh hanya akan di laporkan ke kepala adat dan diberi nasihat, namun lain halnya dengan hukuman berat. Hukuman berat akan dijatuhkan kepada warga yang berkelahi, adu fisik, memakai baju seperti orang kota dan berzinah, mereka akan di kurung di sebuah pondok atau rumah, pondoknya sendiri sama dengan rumah-rumah Baduy biasa, tetapi pondok ini hanya ditempati oleh orang-orang yang berdosa. Mereka akan dikurung selama 40 hari tetap dengan pekerjaan sehari-hari yang biasa dilakukannya, namun setiap malam mereka akan diberi renungan oleh kepala desa dan para penasihat suku Baduy.
          Kepercayaan Baduy sendiri bernama sunda wiwitan yang termasuk golongan animisme. Mereka menyembah Sebuah Arca domas yang lokasinya telah ditahasiakan dan hanya kepala desa beserta beberapa masyarakat yang terpilih yang hanya bisa memasuki wilayah Arca tersebut dan menyembahnya. Hal ini dilakukan karena dianggap saklar dan selalu ada pemujaan sekitar setahun sekali dibulan kelima
          Matapencaharian suku Baduy sendiri yaitu bertani dan menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten . Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi,mereka pergi ke kota

Jumat, 16 September 2011

Cintaku Bersemi di Lapang Hijau

Namaku Renata gadis kelahiran Bandung 7 juli 1987, yang kini akan mengakhiri kuliah di itali. Di bandara Malpensa, aku duduk melihat burung besi yang akan membawaku terbang ke kampung halamanku, enam tahun aku tidak mengunjungi keluargaku di Bandung. Teringat dengan masa kecilku disana, bermain, bergurau, dan tertawa bersama seorang sahabat yang merupakan sosok yang ku cintai. Ricki Cholik Maulidin sebut saja dia Ciccho, orang yang telah mengajarkanku bagaimana menikmati sebuah pertandingan bola, orang yang selalu berfantasi menjadi striker klub kesayangannya, orang yang sekarang telah mewujudkan fantasinya itu. Empat bulan lalu aku menerima e-mail darinya, ia mengabarkan bahwa ia telah menjadi bagian dari klub sepakbola kesayangannya. Betapa riang hatiku mendengar kabar tersebut, tak sabar aku ingin melihatnya mencetak skor untuk sebuah kemenangan.  Tak lama kemudian panggilan keberangkatan pesawatku telah terdengar, akupun segera membawa barang-barangku dan lekas pergi menuju pesawat yang akan ku tumpangi, seakan tak sabar ingin segera sampai ke Bandung.
                         Sesampai nya di bandara Husein, udara yang dingin masih menggigit. Setelah selesai membawa barang-barangku, aku mencoba menjauhi keramaian dan duduk tenang di sebuah bangku sambil pura-pura membaca sebuah novel. Novel yang sengaja ku bawa hanya agar tidak perlu terlihat bengong saat menunggu seseorang. Aku melirik jam di pergelangan tanganku dengan gelisah. Dalam beberapa menit atau mungkin hanya hitungan detik seorang lelaki pujaanku akan menampakkan batang hidungnya di hadapanku, untuk pertama kali setelah enam tahun tak berjumpa. “hai” suara berat hampir membuatku terlonjak dari duduk. “kamu Renata, kan?”. Ooh.. betapa tampannya Ciccho, beberapa detik ku menatapnya tanpa berkedip. “tidak usah kau melihatku dengan tatapan seperti itu, aku tahu aku memang tampan” akupun tertawa geli, dia segera membawa barang-barang ku dan menuju ke mobil untuk mengantarkan ku pulang. Diperjalanan, kami bergurau dan tertawa bersama-sama, mengingat betapa lucunya foto kami sewaktu kecil, ternyata dia memajang foto kami di dasboard mobilnya. Perjalanan pun tak terasa, rumah yang tak jauh berbeda dengan enam tahun lalu kini ada di depan mata, dan saatnya ku melepas semua kelelahanku.
                            Jam alarm berdering begitu kencang, aku terbangun dari tidur lelapku. “oh my god, aku lupa bahwa ciccho akan menjemputku”  aku beranjak dari tempat tidurku, dan segera bersiap-siap kerena setengah jam lagi Ciccho menjemputku. “Assalammuallaikum” seseorang menunggu di teras rumahku, aku segera menghampirinya. Ternyata itu Ciccho, aku dan Ciccho segera masuk ke mobil. “sekarang kita akan jalan-jalan kemana?” tanyaku sambil menatap matanya, “bagaimana kalau kita ke taman tempat kita bermain dulu?” jawab Ciccho, aku mengangguk dan tersenyum kepadanya. Sesampainya di taman kami saling bercerita tentang keseharian kami. Ketika kami sedang duduk di hamparan rumput hijau yang luas Ciccho memegang jemariku, aku terkejut dan segera menatap matanya, dia mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku celananya. “Besok adalah hari penting bagiku. Timku akan bertanding, ini adalah pertandingan ke 5 ku. Kau mau menontonku bertanding?” dia memberiku tiket pertandingan sepak bola, dan menatapku dengan penuh harapan. “Tentu saja aku akan hadir untuk mendukung mu Ciccho. Asalkan jika timmu menang kau harus traktir aku” kami tertawa dan kucubit hidungnya, dia pun mengejarku untuk membalas cubitanku. Hari begitu cepat berlalu, langit oranye seolah mengakhiri hariku bersama Ciccho.
                             Keesokan harinya saat aku menemani Ciccho bertanding, tanpa sengaja aku memakai pakaian yang sama dengan warna seragam timnya. Teman-taman Ciccho mengira aku adalah pacarnya, semoga saja kelak akan seperti itu. Kemudian aku dikenalkan dengan pelatih, dan teman-tmannya itu. Setelah aku berkenalan, pertandingan pun berlangsung. Ciccho mencetak tiga gol dalam pertandingan itu. Hingga peluit panjang berbunyi skor bertahan 3-0. “berterimakasihlah kepadaku, untungnya aku hadir jadi timmu menang. Haha” gurauku seusai pertandingan. “baiklah, aku akan menepati janjiku kemarin. Aku ingin mencicipi makanan Itali” dia merangkul bahuku, dan kami segera menuju pizzeria, salah satu restoran Itali yang terletak di pusat kota. “oh ia, Bagaimana dengan karirmu? Apa kau tidak ingin bekerja?” Tanya ciccho sambil melahap potongan pizza pertamanya, “sebenarnya aku sudah mendapatkan pekerjaan, aku dipercaya untuk memimpin sebuah orkesta oleh pamanku”jawabku. “benarkah? Sungguh pekerjaan yang sangat indah. Aku yakin kau akan menjadi pemimpin orkesta yang menawan” pujinya kepadaku sambil menggenggam tanganku. “terimakasih Ciccho, kau memang sahabat terbaikku” jawabku sambil tersipu malu. Kring… kring… suara handphoneku berdering. Tarnyata SMS dari ibuku, mengingatkanku agar tidak pulang terlalu malam. Dan kami pun lekas pulang, setelah kami menghabiskan potongan pizza terakhir bersama-sama. Bulan pada malam itu bersinar begitu indah, seperti suasana hatiku saat ini.
                                 Hari-hariku berlalu bersama kedekatanku dengan Ciccho. Selama enam bulan ini aku bekerja sebagai pemimpin orkesta. Kerja kerasku membawa hasil, bulan depan aku akan tour ke Rusia. Begitu pula dengan Ciccho, sekarang timnya sudah masuk semi final. Sore nanti, kami akan berjumpa untuk merayakan kesuksesan kami di restoran dekat telaga. Sesampainya disana, Ciccho telah duduk di tempat yang istimewa, tepat di pinggir telaga. Pemandangannya begitu indah, udara yang sejuk membuat diriku semakin hanyut terbawa suasana. “hai, sudah lama menungguku?” tanyaku sambil menepuk bahunya. “baru saja aku sampai” jawabnya. Aku berbincang-bincang sambil menyantap makanan yang sudah tersedia. “ahh kenyangnya” ucapnya. “kau mau minum apa Ciccho? Biar aku yang mentraktir minuman” tanyaku sambil tersenyum kepadanya, “kau yakin?. Terserah kamu Ren” jawab Ciccho dengan senyumnya yang indah.  Aku memesan minuman di kasir. Saat aku menghampiri Ciccho dengan membawa dua cangkir kopi hangat. Dari kejauhan terlihat Ciccho sedang mengobrol dengan seorang gadis. Panas hati ini melihatnya. “Ehmm” sahutku memotong pembicaraan mereka. “kenapa Ren? Perkenalkan ini temanku, Anne” ucap Ciccho, sambil menunjuk gadis itu. “hy aku Renata sahabat Ciccho” ucapku sambil mengulurkan tangan. “aku Anne, mantan kekasihnya”sahutnya. Apa? Ternyata dia mantan Ciccho, aku terdiam saat itu juga. Mengapa Ciccho tidak pernah cerita apapun tentang Anne.  Perasaanku semakin galau. Aku pun memutuskan untuk pergi dari tempat itu. “Ciccho aku pulang duluan ya, maaf tidak bisa menemani kalian mengobrol.” Aku pergi terburu-buru, Ciccho terlihat bingung dengan tingkahku. Sesampainya dirumah, tanpa sengaja air mataku menetes. Ingin sekali aku menuliskan kejadian ini di buku harianku. Aku mencari buku harianku, dengan suara tangisan, untunglah ibuku tidak mendengarnya. ”kemana ya buku harianku? Rasanya kemarin aku simpan di lemari” aku kembali mencarinya, setelah di ingat-ingat ternyata buku harianku tertinggal di restoran saat aku terburu-buru tadi.
“ ya ampun, buku harianku tertinggal disana. Smoga saja Ciccho membacanya, agar dia tau bahwa aku ini menyukainya. Amin”.
                                Dua minggu aku tidak membalas SMSnya, telefonnya, maupun e-mail darinya. Aku tidak tahu bagaimana kabar Ciccho sekarang. Apakah dia berpacaran dengan Anne, sungguh aku tidak mau memikirkan hal itu saat ini. BlackBerry-ku berbunyi meandai e-mail masuk. Ternyata dari Ciccho, aku segera membaca e-mail darinya.
Aku bermimpi tentang kekasihku
Dia muncul diantara ranting-ranting pohon
Berlalu seperti rembulan diantara awan-awan
Dia  pergi dan aku pun mengikutinya
Aku berhenti dan ia pun begitu
Aku memandangnya dan ia balas menatapku
Dan semua berakhir sampai disini

Dia mengirimkanku sebuah puisi cinta. Betapa senangnya hatiku. Apakah ini sebuah pertanda?. Selang beberapa menit, BlackBerry-ku kembali berbunyi. Ciccho kembali mengirimkan e-mail. Ku baca e-mail darinya.
Renata sayang, maafkan aku.
Aku tidak tahu bahwa kau juga mencintaiku.
Sejak dulu, aku ingin mengungkapkan isi hatiku kepadamu.
Tapi aku takut apa yang kau rasa tidak sama sepertiku.
Aku takut kalau akhirnya aku tidak bisa tertawa bercanda, dan jalan-jalan bersamamu lagi.
Tentang Anne, maaf aku tidak bercerita padamu.
Dia hanyalah masa lalu.
Sewaktu di restoran, kami tidak sengaja bertemu.
Lagi pula kini dia sudah berkeluarga, jadi tidak mungkin aku mencintainya.
Kalau kau mau memaafkan ku.
Aku mohon datanglah saat pertandingan final nanti.
Aku sudah berpesan kepada pelatihku.
Kau boleh duduk di bench timku.
aku sangat mengharapkan kau datang lusa nanti, di Stadion Gedebage.

Salam sayang
Ciccho

Benarkah ini? Aku tidak menyangka Ciccho pun mencintaiku. Oh my god, aku telah berprasangka buruk kepadanya. Aku merasa sangat bersalah karena tidak menghiraukannya. Kalau begitu aku akan datang saat pertandingannya nanti.
                                  Ketika hari itu tiba. Aku bersiap-siap untuk segera pergi ke stadion. Saat itu Kota Bandung sangat macet. Saat tiba di depan Stadion, banyak sekali supporter yang menonton pertandingan itu. Mereka mengantri untuk mendapatkan tiket. Aku pun dipersilahkan masuk dan menduduki bench tim Ciccho. Kedua tim yang berlaga saling memperebutkan skor. Aku sangat girang untuk mendukung Ciccho dan teman-temannya yang sedang berlaga. Tanpa sadar peluit panjang berbunyi. Alhamdulillah pertandingan dimenangkan oleh tim Ciccho. Penontonpun bergemuruh menyanyikan yel-yel untuk kemenangan tim Ciccho. Sekarang timnya menjadi juara umum di liga tersebut. Seluruh official tim berlarian ke tengah lapangan untuk merayakan kemenangan tim mereka. Aku di tarik, dan di paksa ikut ke tengah lapangan oleh sahabat Ciccho. Setelah mereka mendapatkan penghargaan, Ciccho mengeluarkan sebuah kotak kayu yang terukir indah. “Renata maukah kau menjadi pendamping hidupku” tanyanya sambil menggenggam kedua tanganku. Hal itu disaksikan ribuan penonton beserta official timnya. Aku malu dan bingung untuk menjawabnya, sayup-sayup terdengar suara dari penonton-penonton yang menyaksikan. “TERIMA…TERIMA...”. aku mengangguk kerena lidahku begitu pilu dan tidak bisa berkata. Ciccho memakaikan cincin di jari manisku, kemudian ia memelukku dan berkata “terimakasih sayang, aku cinta kamu”.



                                                               


    TAMAT